Pengawasan Limbah B3 Lemah

Nur tak memiliki data jumlah limbah B3 yang dihasilkan Indonesia setiap hari. Namun dia menyatakan, meski jumlahnya minim namun akibat yang ditimbulkan sangat besar karena limbah B3 tidak bisa diolah alam.
Direktur Pengelolaan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sayyid Muhadar tak menampik pengawasan masih lemah. Dia menyatakan berbagai masalah teknis menjadi ganjalan perusahaan enggan mengurus izin pengelolaan limbah B3.
Menurut Sayyid, perusahaan bisa datang empat hingga lima kali untuk mengurus perizinan. Itu tidak efektif karena masalah dokumen dan teknis perizinan bisa selesai dalam satu kali kunjungan.
Peningkatan pengawasan pengelolaan akan dilakukan melalui aplikasi manifestasi elektronik (festonik). Sayyid mengatakan, aplikasi berbasis online ini mulai diuji coba 1 Juli 2016 selama 6 bulan. Festonik memungkinkan penghasil, pengangkut, dan pengolah memiliki akun sendiri dalam aplikasi sebelum memperoleh izin operasional. Pemerintah bisa mengawasi langsung aktivitas pengelolaan limbah B3.
Selain itu, semua jenis limbah B3 yang dihasilkan, diangkut, dan diolah akan dikunci dalam festobik. "Artinya, hanya bisa beroperasi berdasar kapasitas yang telah dikonsultasikan ke kami. Izin operasi hanya keluar berdasar kapasitas yang dimiliki penghasil, pengangkut, dan pengolah," kata Sayyid.
Selain festonik, pemerintah juga mengujicobakan silacak yang berupa program tracking. Silacak bekerja melalui GPS Track yang dipasang pada tiap truk pengangkut. GPS Track memudahkan pemantauan sehingga bisa menekan jumlah limbah B3 yang hilang atau tercecer. Truk dari pemegang izin pengangkutan limbah B3 akan terkena teguran bila ada yang luput selama perjalanan menuju lokasi pengolahan.