Brexit: Texts, Lies and Videotapes

Setelah referendum leave and remain UE digelar pada 23 Juni 2016, kekesalan Blair terbukti benar. Britain exit, British hengkang!
Para pendukung Europhiles hanya bisa mengeluarkan sumpah serapah pada tabloid-tabloid itu. Menurut mereka, pers atau media telah meracuni pikiran dan fantasi warga Inggris tentang UE. Media menyebarkan text kebohongan, contempt, dan propaganda anti-Eropa.
Pemilik industri media seperti Robert Murdoch -yang menguasai koran beroplah besar Sun, The Times, Sunday Times, dan Daily Mail- dianggap sejak lama bersikap sinis dan bias dalam memberitakan seluruh urusan terkait UE. Jika membaca lebih jauh kedongkolan Blair, Murdoch dinilai telah mengagitasi Inggris untuk lari dari UE.
Bagaimana mungkin orang yang tidak tinggal dan tak membayar pajak di Inggris bisa sedemikian powerful memengaruhi Brexit?.
Bisa saja. Buktinya, sehari setelah Brexit diputuskan menang dalam referendum, Murdoch merayakannya bersama Donald Trump dalam suatu jamuan dinner di Resort Golf Turnberry milik Trump yang baru diresmikan di Arbeeden, Skotlandia. Murdoch, juga taipan media raksasa televisi Fox di Amerika Serikat, memang dikenal peramu text, lies and videotapes penuh ilusi.
Dalam dokumen berjudul Reporting the EU: News, Media and the European Institution yang dirilis Reuters Institute for the Study of Journalism pada 2014, Paul Taylor menyebutkan, kebanyakan media yang ada tidak meliput dinamika UE dengan koresponden mereka sendiri. Mereka cenderung melakukan outsourcing korespondensi kepada para freelance atau outlet media lainnya. Tujuan utama media Eurosceptic itu adalah menggerogoti kesuksesan Eropa dengan sajian berita dan informasi yang sinis, funny, dan bias dengan m0tif demolish.
Adagium lama bad news is good news tidak hanya menjadi pilar industri media secara umum. Prinsip ideologi pemberitaan seperti itu bahkan telah bertransformasi menjadi bad news is good for business. Publik dicecoki dengan informasi yang bersifat mislead karena industri media menyukai kontroversi.
Setiap produk mutasi pemberitaan yang bersifat kontroversi selalu menyulut pro-kontra yang bagus buat bisnis media. Kontroversi akan selalu menjadi santapan lahap dan lahan basah bagi media yang menggantungkan diri pada ilusi dan kebohongan. Parahnya lagi, publik secara umum tidak pernah ingin capek mengonsumsi berita dan informasi di hadapan mereka dengan cara check and re-check. Hasilnya, halusinasi!
Seperti Brexit, ini halusinasi paling sial tentang UE. Sebagaimana dinyatakan Zack Beauchamp, "Brexit was fuelled by irrational xenophobia, not real economic grievances" (Vox, 25/6).
Salah satu halusinasi itu kala mereka ketakutan kepada kaum pendatang (imigran) yang menjadi alasan utama cabut dari UE. Sebenarnya yang dikhawatirkan bukan karena para imigran asing itu akan merugikan Inggris, tetapi takut kaum pendatang akan mengubah karakter orang Inggris (Briton) sehingga menjadi asing di negeri sendiri. Itulah halusinasi xenophobia!