Simalakama Naturalisasi

Pesepak bola Bali United Stefano Lilipaly (kedua kanan) berebut bola dengan pemain Persegres Sasa Zecevic. (ANTARA | NYOMAN BUDHIANA )
Jika sebelumnya untuk kepentingan timnas, kini demi kemenangan klub.
TREN menaturalisasi pemain asing di sepak bola Indonesia tampaknya sudah bergeser. Jika sebelumnya naturalisasi dilakukan semata-mata untuk kepentingan tim nasional, saat ini seperti hanya digunakan untuk kepentingan klub.
Bagi klub, naturalisasi tentu sangat menguntungkan. Sebab, klub bisa mendatangkan legiun asing tambahan, ketika salah satu pemain impornya sudah resmi menjadi warga negara Indonesia (WNI).
Teranyar adalah naturalisasi yang dilakukan Sriwijaya FC kepada striker Alberto Goncalves. Tadinya, Laskar Wong Kito memiliki enam pemain asing, yang bisa jadi melebihi kuota untuk musim depan.
Dengan status WNI yang kini melekat pada Beto, Sriwijaya sekarang memiliki dua pemain naturalisasi. Bek 33 tahun asal Kamerun Bio Paulin sudah lebih dulu disahkan sebagai WNI pada 2015, ketika masih berkostum Persipura Jayapura.
Dua pemain naturalisasi rasanya belum cukup bagi tim kebanggaan publik Palembang. Pasalnya, mereka tengah berupaya membuat Esteban Vizcarra, pemain 31 tahun asal Argentina, mengikuti jejak Beto dan Bio.
Bek Persebaya Surabaya Otavio Dutra juga hampir pasti dinaturalisasi. Begitu pun dengan mantan pemain Persib Bandung asal Jepang Shohei Matsunaga.
Bambang Nurdiansyah, mantan pemain dan Pelatih Timnas Indonesia, mengatakan pergeseran tren naturalisasi yang menguntungkan klub dapat memperburuk citra sepak bola Indonesia, bukan cuma di Asia, melainkan juga dunia.
"Seharusnya negara kita jadi produsen pemain-pemain muda untuk dikirim ke luar, bukan seperti ini (naturalisasi). Kalau yang dinaturalisasi umurnya masih di bawah 20 tahun mungkin bisa diterima, kalau 30 tahun ke atas untuk apa?" kata Banur, Bambang Nurdiansyah karib disapa, kepada HARIAN NASIONAL, Kamis (8/2).
Awalnya, ia terkesan dengan keberanian Sriwijaya mengontrak dua pemain Timnas U-19 Indonesia, Syahrian Abimanyu dan Samuel Christianson. Namun, setelah naturalisasi Beto, ia merasa sepak bola Indonesia sudah tidak sehat.
"Karena mereka terkesan menghalalkan segala cara untuk bisa juara. Padahal, untuk menuju ke sana ada proses yang harus dilewati, terutama pembinaan usia muda," tuturnya mengingatkan. "Sekarang naturalisasi belum terbukti ada hasilnya, malah semakin terpuruk."
Senada, Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menilai proyek naturalisasi di Indonesia sudah kebablasan. Ia khawatir, dalam beberapa tahun mendatang, skuad Timnas Indonesia akan dipenuhi pemain naturalisasi.
"Padahal kompetensi pemain yang dinaturalisasi tidak lebih bagus dari pemain lokal. Indra Sjafri (mantan Pelatih Timnas U-19) sudah membuka mata kita kalau Indonesia tidak pernah kehabisan pemain berbakat," kata Akmal.
PSSI, ia melanjutkan, "perlu melakukan sosialisasi kepada klub-klub tentang pentingnya pembinaan pemain muda. Atau, mewajibkan klub profesional punya SSB (sekolah sepak bola), sehingga tidak kesulitan cari pemain."
Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono menyatakan tidak bisa melarang klub melakukan naturalisasi. Sebab, sambungnya, ketentuan proses naturalisasi sudah diatur dalam undang-undang.
"Salah satu tugas PSSI adalah youth development, itu yang kami lakukan sejak tahun lalu. Kalau ada naturalisasi, kami tidak asal pilih. Kami pertimbangkan kualitas dan usianya, karena betul-betul diproyeksikan untuk tim nasional," ujar Joko.
Sekretaris Umum Sriwijaya Ahmad Haris tidak menampik jika naturalisasi Beto menguntungkan bagi timnya. Di sisi lain, ia menolak anggapan bahwa Sriwijaya menghalalkan segala cara untuk meraih gelar juara.
"Kalau dari tim, pasti menguntungkan karena kami punya pemain berkualitas yang jadi starter," kata Ahmad.
Ia menjelaskan, menjadi seorang WNI merupakan keinginan Beto, tanpa paksaan dari pihak mana pun. Sedangkan Sriwijaya, sambungnya, hanya membantu proses naturalisasi mantan pemain Arema tersebut.
"Beto dan Gonzales itu berbarengan mengajukan naturalisasi. Saat itu dia sudah menikahi perempuan Indonesia. Artinya, sudah delapan tahun lalu dia ingin menjadi WNI. Karena terkendala cedera, dia kembali ke Brasil. Kemudian Gonzales yang jadi WNI," jelas dia.
"Jadi, kalau hanya untuk Sriwijaya bisa juara," ujar Ahmad melanjutkan, "saya pikir tidak. Kalau kami mau, kami bisa pilih pemain lain (untuk dinaturalisasi)."
Reportase : Annas Furqon Hakim
Editor : Admin