Peredaran Tekstil Impor Diawasi

Ilustrasi (ANTARA | WAHYU PUTRO A )
JAKARTA (HN) - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah mengawasi dan mengontrol peredaran produk impor demi melindungi produsen lokal. Apalagi kebutuhan masyarakat terhadap sandang meningkat jelang Ramadhan 2018.
Sekretaris Jenderal API Ernovian Ismi mengatakan, kenaikan permintaan langsung memicu peningkatan impor produk tekstil. "Aparat harus memulai dengan operasi pasar. Bukan maksud mencari-cari barang selundupan tapi ingin mengetahui bagaimana peredaran barang dalam negeri," katanya di Jakarta, Selasa (6/3).
Ernovian menilai, dari tahun ke tahun impor produk jadi terus membanjiri pasar saat mendekati Ramadhan. Harga yang lebih murah memicu produk lokal kalah saing.
Tahun ini, API belum mengetahui berapa jumlah produk impor yang akan masuk. Namun, pemerintah diminta menaruh perhatian pada industri tekstil di Indonesia. "Negara akan rugi kalau barang impor yang masuk tidak sesuai aturan," ujarnya.
Saat ini, rantai pasok industri tekstil dalam negeri dinilai tak berjalan. Masing-masing sektor hulu dan hilir tidak saling terkoneksi imbas produk impor yang memenuhi di setiap level industri.
Meski tahun lalu nilai ekspor tekstil naik 6,37 persen menjadi US$ 12,59 miliar dibanding 2016, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi kurang signifikan. Sesuai laporan BPS, pada kuartal IV tahun lalu industri tekstil hanya tumbuh 2,49 persen.
Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, barang impor yang masuk akan didominasi pakaian jadi dan kain. Pascapenertiban impor borongan, kinerja industri Tekstil dan Produk Tesktil (TPT) semester II-2017 naik 2,5 persen. Penjualan lokal rata-rata naik 30 persen.
Namun, Kementerian Perdagangan justru menerbitkan Permendag No 64/2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Beleid itu memudahkan pedagang bisa mengimpor tekstil sebagai bahan baku IKM. "Ini bukti pemerintah pro-pedagang dan tidak mengerti industri. Produsen kain tenun dan rajut lokal sangat siap memasok bahan baku untuk IKM," katanya.
Sekretaris Jenderal API Ernovian Ismi mengatakan, kenaikan permintaan langsung memicu peningkatan impor produk tekstil. "Aparat harus memulai dengan operasi pasar. Bukan maksud mencari-cari barang selundupan tapi ingin mengetahui bagaimana peredaran barang dalam negeri," katanya di Jakarta, Selasa (6/3).
Ernovian menilai, dari tahun ke tahun impor produk jadi terus membanjiri pasar saat mendekati Ramadhan. Harga yang lebih murah memicu produk lokal kalah saing.
Tahun ini, API belum mengetahui berapa jumlah produk impor yang akan masuk. Namun, pemerintah diminta menaruh perhatian pada industri tekstil di Indonesia. "Negara akan rugi kalau barang impor yang masuk tidak sesuai aturan," ujarnya.
Saat ini, rantai pasok industri tekstil dalam negeri dinilai tak berjalan. Masing-masing sektor hulu dan hilir tidak saling terkoneksi imbas produk impor yang memenuhi di setiap level industri.
Meski tahun lalu nilai ekspor tekstil naik 6,37 persen menjadi US$ 12,59 miliar dibanding 2016, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi kurang signifikan. Sesuai laporan BPS, pada kuartal IV tahun lalu industri tekstil hanya tumbuh 2,49 persen.
Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, barang impor yang masuk akan didominasi pakaian jadi dan kain. Pascapenertiban impor borongan, kinerja industri Tekstil dan Produk Tesktil (TPT) semester II-2017 naik 2,5 persen. Penjualan lokal rata-rata naik 30 persen.
Namun, Kementerian Perdagangan justru menerbitkan Permendag No 64/2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Beleid itu memudahkan pedagang bisa mengimpor tekstil sebagai bahan baku IKM. "Ini bukti pemerintah pro-pedagang dan tidak mengerti industri. Produsen kain tenun dan rajut lokal sangat siap memasok bahan baku untuk IKM," katanya.
Reportase :
Editor : Didik Purwanto