Bangga Menjadi Anak Indonesia

Konser Simfoni untuk Bangsa 2018 yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, akhir pekan lalu. (HARIAN NASIONAL | BAYU INDRA KAHURIPAN )
Kebanggaan menjadi bangsa Indonesia sudah semestinya ditumbuhkan sejak dini. Sejak anak-anak usia belia. Karena dari titik inilah anak-anak anak menggali bakat dan minat mereka untuk berjuang mengukir prestasi. Musik, menurut musisi klasik Avip Priatna, adalah salah satu jalan.
Hanya, menurut konduktor kelahiran Bogor, Jawa Barat, 53 tahun silam, itu belum banyak anak Indonesia yang mendapat kesempatan-atau justru perhatian-memamerkan kebolehan mereka di pentas nasional, bahkan global. "Kadang kita lupa, potensi mereka sangat besar," ujarnya kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Sabtu (11/8).
Avip pun berharap, konser Simfoni untuk Bangsa 2018 yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, akhir pekan lalu, akan kembali mengingatkan bangsa ini betapa penting peran anak-anak bagi masa depan.
Karena kepada mereka lah, rasa persaudaraan dan semangat nasionalisme akan diwariskan.
Konser yang digelar kali kesembilan sejak event perdana pada 2010, sengaja mengusung tema sedikit berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Memang, benang merah peringatan kemerdekaan tetap hadir. Hanya, tahun ini lebih spesifik "membahas" tema tentang generasi penerus bangsa, ‘Dari dan Untuk Anak Indonesia'.
"Kami biasanya menggelar konser setelah 17 Agustus (HUT Kemerdekaan RI). Kali ini di gelar 11 Agustus. Kebetulan dekat 23 Juli, Hari Anak Nasional. Awalnya, kami berencana membawakan tema olahraga menyambut Asian Games 2018. Cuma, saya cenderung memilih tema yang lebih dekat, anak-anak," kata Avip, menjelaskan.
Meski begitu, Avip dan sekitar 200 penampil malam itu, termasuk penyanyi dan pemain musik, tetap menyisipkan beberapa lagu yang mengaitkan semangat tinggi anak-anak pada permainan dan olahraga. Di antaranya dua lagu daerah Padhang Bulan dan Waktu Hujan Sore-sore, serta lagu berumur 75 tahun Badminton yang diciptakan seniman Sunda, Koko Koswara, pada 1943.
"Ada pesan tersirat dari deretan lagu ini. Agar anak-anak termotivasi untuk bekerja keras, menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, tahan banting dalam banyak hal, dan mengerti, kalau berani melawan berarti harus berani menerima kekalahan. Banyak yang bisa kita pelajari dari olahraga dan permainan."
Reportase : Devy Lubis
Editor : Devy Lubis