Perpusnas Perlu Sikapi Kemajuan Teknologi

Penampilan baru Perpustakaan Nasional (Perpusnas). (ISTIMEWA )
JAKARTA (HN) -
"Sejauh ini Perpusnas sudah melakukan pembaruan layanan dengan menerapkan sistem berbasis teknologi informasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga menjadi salah satu daya tarik generasi muda yang dekat dengan dunia teknologi informasi," katanya di Jakarta, Senin (22/10).
Nurhadi mengatakan, saat ini kunjungan pada hari kerja rata-rata mencapai 1.000 orang hingga 2.000 orang per hari. Jumlah ini meningkat di atas 2.000 per hari pada akhir pekan. Namun, dia menyatakan belum merasa puas terhadap jumlah kunjungan tersebut mengingat gedung setinggi 24 lantai mampu melayani ribuan orang.
"Kami ingin dengan adanya rebranding, angka kunjungan akan meningkat, mulai dari sekadar membaca buku hingga melakukan diskusi terbatas dan menggali informasi dari koleksi buku yang ada," ujarnya.
Kepala Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpusnas RI Yoyo Yahyono menyadari branding sangat penting karena Perpusnas belum diketahui betul oleh masyarakat. "Melalui rebranding, apa pun yang dilakukan Perpusnas dengan menggunakan anggaran negara dapat diketahui masyarakat luas, ujar Yoyo Yahyono.
Tenaga ahli komunikasi untuk rebranding Perpusnas, Otho Hernowo Hadi mengatakan, minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Data 2017 menyebutkan, frekuensi membaca orang Indonesia masih sebatas tiga atau empat kali per minggu. Buku yang dibaca antara lima hingga sembilan buku per tahun serta frekuensi membaca antara tiga hingga empat kali per minggu dengan durasi antara 30-59 menit per hari.
Menurut dia, bila Perpusnas RI ingin lebih dikenal luas, tidak cukup sekadar dengan brand identity, tapi perlu lebih dekat menjalin komunikasi dengan media massa karena para jurnalis mampu mentransfer gagasan ke benak publik terkait cara untuk mengetengahkan peristiwa atau isu terkait Perpusnas melalui pemberitaan.
Otho mengatakan, salah satu layanan Perpusnas yang perlu lebih banyak diperkenalkan ke masyarakat terkait digitalisasi kepustakaan atau adaptasi dunia kepustakaan dengan teknologi. Misalnya aplikasi baca dan e-book sebagai sesuatu yang penting dan mendesak karena kecenderungan yang terjadi adanya peralihan budaya baca dari cetak ke digital.
Penampilan baru Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI dengan bangunan 24 lantai dan megah belum mampu menarik minat masyarakat luas. Oleh karena itu, Kepala Hubungan Masyarakat Perpusnas Nurhadi Saputra menyatakan perubahan perlu dilakukan menyikapi kemajuan teknologi saat ini, termasuk kebiasaan generasi muda yang sangat dekat dengan gadget.
"Sejauh ini Perpusnas sudah melakukan pembaruan layanan dengan menerapkan sistem berbasis teknologi informasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga menjadi salah satu daya tarik generasi muda yang dekat dengan dunia teknologi informasi," katanya di Jakarta, Senin (22/10).
Nurhadi mengatakan, saat ini kunjungan pada hari kerja rata-rata mencapai 1.000 orang hingga 2.000 orang per hari. Jumlah ini meningkat di atas 2.000 per hari pada akhir pekan. Namun, dia menyatakan belum merasa puas terhadap jumlah kunjungan tersebut mengingat gedung setinggi 24 lantai mampu melayani ribuan orang.
"Kami ingin dengan adanya rebranding, angka kunjungan akan meningkat, mulai dari sekadar membaca buku hingga melakukan diskusi terbatas dan menggali informasi dari koleksi buku yang ada," ujarnya.
Kepala Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpusnas RI Yoyo Yahyono menyadari branding sangat penting karena Perpusnas belum diketahui betul oleh masyarakat. "Melalui rebranding, apa pun yang dilakukan Perpusnas dengan menggunakan anggaran negara dapat diketahui masyarakat luas, ujar Yoyo Yahyono.
Tenaga ahli komunikasi untuk rebranding Perpusnas, Otho Hernowo Hadi mengatakan, minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Data 2017 menyebutkan, frekuensi membaca orang Indonesia masih sebatas tiga atau empat kali per minggu. Buku yang dibaca antara lima hingga sembilan buku per tahun serta frekuensi membaca antara tiga hingga empat kali per minggu dengan durasi antara 30-59 menit per hari.
Menurut dia, bila Perpusnas RI ingin lebih dikenal luas, tidak cukup sekadar dengan brand identity, tapi perlu lebih dekat menjalin komunikasi dengan media massa karena para jurnalis mampu mentransfer gagasan ke benak publik terkait cara untuk mengetengahkan peristiwa atau isu terkait Perpusnas melalui pemberitaan.
Otho mengatakan, salah satu layanan Perpusnas yang perlu lebih banyak diperkenalkan ke masyarakat terkait digitalisasi kepustakaan atau adaptasi dunia kepustakaan dengan teknologi. Misalnya aplikasi baca dan e-book sebagai sesuatu yang penting dan mendesak karena kecenderungan yang terjadi adanya peralihan budaya baca dari cetak ke digital.
Reportase : ANTARA
Editor : Burhanuddin