Ceria Masa Kecil tanpa Gawai

Permainan tradisional. (HARIAN NASIONAL | BAYU INDRA KAHURIPAN )
Negeri ini sebenarnya punya keunikan tersendiri di samping keragaman yang hakiki. Yakni, permainan tradisional yang dulu pernah membudaya, menghabiskan waktu kita tanpa terasa.
Anak-anak zaman sekarang berani memilih. Orangtua pun tidak bisa serta-merta menyalahkan teknologi bila mendapati anak mereka ternyata lebih memilih gawai ketimbang mainan tradisional. Tri Yuli dari Komunitas Parenting Indonesia mengatakan, di sinilah peran orangtua menjembatani akses anak pada penggunaan gawai.
Petak umpet, petak jongkok, bola bekel, kelereng, layangan, ular naga panjang, egrang, lompat karet, engklek pernah menjadi hiburan sore hari kala itu. Petak umpet, misalnya. Permainan ini biasanya dimainkan lebih dari dua orang.
Semakin banyak yang mengikuti permainan ini, akan semakin seru pastinya.
Cukup sederhana. Dari seluruh pemain petak umpet menyisakan satu orang yang biasa disebut sebagai penjaga. Sang penjaga harus menutup matanya sampai waktu yang telah ditentukan.
Saat penjaga menutup mata, barulah permainan petak umpet berjalan. Untuk memenangkannya, semua pemain (kecuali penjaga) harus diam-diam kembali ke tempat penjaga sambil berteriak inglo.
Demikian pula dengan ular naga panjang. Meskipun terlihat membosankan, permainan ini benar-benar membutuhkan orang banyak supaya terlihat seperti ular naga yang sesungguhnya.
Permainan ini cukup anggun dan biasanya dimainkan bagi anak-anak perempuan. Dalam ular naga panjang, permainan ini dijaga oleh dua orang. Lalu yang lainnya berbaris memanjang sambil memegang pundak temannya yang berada di depan.
Saat memainkan permainan ini, anak-anak juga menyanyikan lagu khas ular naga panjang.
Kemudian lompat karet. Permainan ini butuh perjuangan pada awalnya karena harus mengaitkan karet satu ke karet lainnya sampai karetnya panjang sesuai yang diinginkan.
Ada level pada permainan lompat karet ini. Kalau berhasil bisa melewati tantangan pertama, pemain akan terus menerus menerima tantangan yang jauh lebih sulit.
Selain itu, juga ada kelereng atau yang biasa disebut gundu. Main kelereng jadi mainan favorit anak laki-laki. Sederhana saja, kelereng yang dimainkan akan lebih sempurna bila mainnya di sebidang tanah.
Satu sentilan sekuat-kuatnya, kelereng jagoan membuyarkan masing-masing formasi kelereng milik lawan. Biasanya kalaupun kalah, kelereng bisa juga dijadikan taruhan bagi siapapun yang menang.
Layang-layang. Siapa yang tidak kenal mainan khas anak Indonesia yang satu ini. Layangan sering diidentikkan dengan anak laki-laki yang memiliki kulit sawo matang dan rambut kusut bau matahari.
Tentu demikian, layang-layang pipih berangka dua bilah bambu disilangkan, dengan lapisan kertas minyak, dimainkan di luar ruangan dan langsung terpapar sinar matahari.
Layangan memang sedikit sulit dimainkan. Dibutuh tangan-tangan terampil dan angin yang mendukung arah dia terbang. Bila ada layangan putus, tidak heran banyak anak laki-laki lari-larian memburu demi mendapatkan layangan putus atau telap. Di situlah letak keseruan yang ditawarkan bermain layangan.
Egrang atau jangkungan. Mainan satu ini menggunakan alat galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berjalan di atas tanah. Butuh konsentrasi dan keseimbangan ekstra supaya permainan tradisional satu ini dapat dinikmati secara total.
Egrang dilengkapi dengan tangga untuk tempat berdiri dan tali untuk diikatkan ke kaki.
Selain permainan yang membutuhkan tenaga, permainan tradisional juga bisa berupa barang. Misalnya congklak, bola bekel, monopoli, bongkar pasang, ataupun masak-masakan.
Pasar Mainan
Mainan tradisional sejatinya belum benar-benar mati, meski memang mulai jarang ditemui. Ada beberapa pasar tradisional atau pedagang online yang menyediakan mainan jenis ini. Salah satunya Pasar Gembrong di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Tidak heran bila banyak warga yang rela jauh-jauh datang ke tempat ini demi mendapatkan mainan zaman dulu yang mungkin sudah jarang ditemukan.
Salah satu pedagang bernama Hendri mengatakan, ia menyediakan mainan tradisional untuk laki-laki maupun perempuan. Untuk laki-laki, saat ini mobil-mobilan dan robot masih jadi primadonanya, sedangkan untuk perempuan permainan kasir-kasiran dan masak-masakan juga seringkali menjadi incaran para pembeli.
Harga yang dibanderol pun cukup terjangkau. Kisarannya mulai dari harga Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu.
Namun, diakui Hendri, semakin lama pendapatannya semakin sedikit. Bahkan pernah dalam satu hari barang dagangannya hanya laku tiga barang saja. "Ada sih, tapi ya begitu terkadang ada terkadang juga apes banget," kata dia kepada HARIAN NASIONAL, Selasa (16/4).
Perubahan zaman yang cukup signifikan juga mulai dirasakan orangtua yang berprofesi sebagai pengajar di salah satu sekolah negeri Jakarta. Lies Sundari mengakui, anak semata wayangnya jarang memegang permainan yang sudah disediakan di rumah.
"Padahal ada (mainan) banyak, tapi pasti ujung-ujungnya yang diminta handphone," kata Lies.
Sebagai orangtua juga Lies terkadang merasa kebingungan bagaimana menghadapi anak perempuannya yang mulai kecanduan teknologi. "Sampai nangis kalau tidak dikasih, bagaimana ya namanya saya juga seorang ibu mana tega membiarkan anak nangis. Akhirnya saya kasih," kata dia.
Reportase : Yosi Mawarni
Editor : Devy Lubis