Program Pelatih Dinilai Cukup

Lalu Muhammad Zohri bersama sang pelatih, Eni Nurani di Kejuaraan Atletik Asia 2019 di Doha. (DOK. PB PASI )
PASI menilai atlet potensial tak perlu difokuskan berlatih ke luar negeri.
JAKARTA (HN) - Medali perak dari sprinter Lalu Muhammad Zohri di Kejuaraan Asia Atletik 2019 Doha menjadi tonggak kebangkitan atletik Indonesia yang mati suri. Bakat gemilang ini layak dikembangkan agar Indonesia bisa naik kelas ke pentas dunia.
Zohri kini tampil bagai Usai Bolt ASEAN setelah finis kedua di Khalifa Stadium, Doha, Selasa (23/4) WIB. Catatan 10,13 detik yang dibukukannya pada final 100 m putra mengggeser rekor terbaik Asia Tenggara 10,17 yang pernah dibuat seniornya Suryo Agung pada 2009.
Bukan cuma itu, Zohri juga menyamai kiprah legenda lari Indonesia Purnomo. Lelaki kelahiran Purwokerto ini tampil sebagai sprinter Indonesia pertama yang mampu meraih medali perak di Kejuaraan Asia 1985 Jakarta. Setelahnya, tak ada yang bisa melakukannya termasuk mantan pemilik rekor tercepat ASEAN dari Indonesia, yakni Mardi Lestari dan Suryo.
Pengurus Besar Persatuan Atletik Indonesia (PB PASI) menyadari bakat emas Zohri. Terlebih, Zohri dua kali memecahkan rekor terbaik ASEAN. Pada semifinal, ia membuat torehan 10,15 detik.
Hanya saja, ia menilai pemuda 18 tahun asal NTB itu tak perlu menimba ilmu di luar negeri. Program pelatih, dinilai cukup. Apalagi pelatih lari jarak pendek nasional Eni Nurani baru saja dinobatkan sebagai pelatih terbaik se-Asia oleh Asosiasi Atletik Asia (AAA).

"Tak perlu program khusus karena program jangka panjang sudah dibuat dari dua tahun lalu. Sekarang, tinggal faktor konsistensi atlet yang dibutuhkan," kata Sekretaris Jenderal PB PASI Tigor Tanjung kepada HARIAN NASIONAL, Kamis (25/4).
"Perjalanan kan masih panjang, program-program latihan juga harus diikuti. Anak-anak jangan terlalu digenjot lah. Biarkan mereka berkembang tanpa tuntutan dari kami. Semoga ini menjadi awal baik."
Sebenarnya ada beberapa nama yang perlu dimatangkan PASI selain Zohri. Pelompat jauh nasional Sapwaturrahman juga mencicipi final. Hanya saja, ia diliputi grogi sehingga tiga percobaan lompatan di final didiskualifikasi.
Selain itu Joko Kuncoro Adi yang turun di nomor 200 m putra juga menjejak semifinal. Selebihnya, sebatas kualifikasi. Termasuk pelari gawang putri Emilia Nova (capaian komplet Tim Atletik Indonesia lihat data).
Peningkatan prestasi atlet atletik Indonesia ini tak lepas dari program PASI yang mendatangkan Harry Marra. Lelaki berpaspor Amerika Serikat yang dinobatkan sebagai pelatih terbaik Federasi Asosiasi Atletik Internasional (IAAF) ini tampil sebagai konsultan Indonesia untuk Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Hasilnya, Indonesia merebut dua perak dan satu perunggu. Adalah Zohri dkk yang turun di nomor estafet putra dan Emil yang menyumbang perak. Sedangkan perunggu diberikan Sapwa, sapaan karib Sapwaturrahman.
"Untuk kontrak Marra dengan PASI sudah selesai setelah Asian Games Jakarta-Palembang. Namun, masih ada program-program yang diikuti anak-anak," ujar Tigor.
Sementara Atjong Tio Purwantoyang turun di 3000 meter putra tidak mengikuti pertandingan lantaran mengalami sakit. Kondisinya menurun sehingga tidak memungkinkan untuk ikut berlomba.
Pada Atlet putri, Eki Febri Ekawati yang turun di nomor tolak peluru juga tidak bisa menampilkan permainan terbaiknya di final. Sementera pelari 100 meter gawang putri Emilia Nova gagal ke final setelah di heat dua hanya mampu finish diurutan kelima dengan waktu 13,70 detik.
Reportase : Satria Bagaskara
Editor : Brigitha Sesilya