Perubahan Iklim Gerus Habitat Laut

Seni instalasi ikan hiu yang terbuat dari botol plastik di Taman Laut Rizhao, China, 21 Juli 2018. (AFP | CHINA OUT )
Perubahan iklim berpotensi besar "mengosongkan" samudra, melenyapkan hampir seperlima dari total makhluk hidup, pada akhir abad ini. Kalkulasi para peneliti bukan tanpa alasan.
"Langkah-langkah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan manajemen perikanan akan perlu ditinjau kembali."
Namun, akumulasi karbon dioksida akan tetap membuat air laut mengalami pengasaman. Kondisi ini mengancam keseimbangan rantai makanan di lautan.
"Sama seperti gelombang panas atmosfer dapat merusak hasil panen, hutan, dan populasi hewan, gelombang panas laut dapat merusak ekosistem laut," ujar Dan Smale, peneliti di Asosiasi Biologi Laut di Plymouth, Inggris, kepada AFP.
Para peneliti di Universitas Negeri Louisiana pekan lalu memperkirakan, "zona mati" yang menyebar di hulu Sungai Mississippi akan mencakup area seluas 23 ribu kilometer persegi dan akan menjadi "zona mati" terbesar kedua di Teluk Meksiko sebelah utara.
Dalam laporan yang dirilis National Academy of Science, panas bumi lebih besar sekitar 3 atau 4 derajat Celcius dibandingkan era pra-industri. Dengan kata lain, 17 persen dari biomassa laut-dari plankton sangat kecil hingga 100 ton paus-terancam musnah.
Bila ikan dan mamalia laut yang lebih besar "habis" oleh penangkapan ikan berlebihan, polusi, dan serangan kapal. Penurunan tajam penghuni samudra akibat kenaikan suhu akan jadi persoalan berikutnya.
Bahkan dalam skenario "terbaik" tentang membatasi perubahan iklim hingga 2 derajat Celcius saja, biomassa lautan akan tetap turun 5 persen.
Karang-karang air dangkal, yang menampung 30 persen kehidupan laut, juga diperkirakan akan menghilang hampir seluruhnya jika dalam kondisi yang seperti ini.
Setiap derajat tambahan akan melihat biomassa laut menyusut lima persen lagi. Bumi saat ini tentu saja berada di sekitar 4C lebih panas pada tahun 2100.
"Masa depan ekosistem laut akan sangat bergantung pada perubahan iklim," kata Junne-Jai Shin, ahli biologi di Institut Prancis untuk Penelitian Pengembangan-satu dari 35 ahli dari 12 negara yang berkontribusi pada penelitian.
Untungnya untuk kehidupan di darat-laut yang meliputi 70 persen permukaan bumi-secara konsisten menyerap lebih dari 20 persen gas-gas rumah kaca yang dipancarkan manusia ke atmosfer.
Zona Fatal
Kajian itu menyebut, dampak buruk akan mengenai beberapa wilayah di sebagian belahan bumi.
Perubahan iklim akan mengurangi biomassa laut menjadi 40 sampai 50 persen di zona tropis. Pada zona ini, lebih dari setengah miliar orang bergantung pada laut untuk kehidupan mereka dan 2 miliar orang menggunakannya sebagai sumber utama protein.
Pada waktu yang sama, konsentrasi kehidupan di kutub kemungkinan akan meningkat, berpotensi menawarkan sumber-sumber makanan baru.
Sementara, menurut data PBB, populasi global akan berkembang dari 7,3 miliar sekarang menjadi hampir 10 miliar pada 2050, dan menjadi 11 miliar pada 2100.
"Hingga kini, ancaman terbesar telah dieksploitasi berlebihan dan penggunaan alat tangkap yang merusak," kata Callum Roberts, ahli biologi konservasi laut dan ahli kelautan di Universitas York Inggris.
"Tetapi sekarang, dampak terbesar adalah beralih pada perubahan iklim. Kondisi itu sedang terombang-ambing di lautan."
Jumlah hari gelombang panas merusak laut telah bertambah lebih dari setengah sejak pertengahan abad ke-20, berdasarkan penelitian di Nature Climate Change baru-baru ini.
Gelombang panas laut berlangsung selama 10 pekan di Australia Barat pada 2011, contohnya, telah menghancurkan ekosistem bawah laut lokal dan mendorong spesies ikan komersial ke air yang lebih dingin.
Pemanasan
Pemanasan air laut selama setahun di lepas pantai California belahan tengah dan utara-dikenal dengan istilah blob-membunuh petak besar padang lamun dan hutan rumput laut, bersamaan dengan ikan dan abalon yang bergantung pada mereka.
Roberts menjelaskan, konsekuensi lainnya tentang temperatur udara yang lebih tinggi adalah untuk mengentalkan lapisan utama air yang lebih hangat, yang berakibat pada zona kehidupan kekurangan oksigen.
"Zona-zona mati" ini juga disebabkan oleh limpasan kaya nitrogen dari pertanian di sekitar muara dan bersamaan dengan daerah pesisir.
Reportase : Bayu Indra Kahuripan | Yosi Mawarni
Editor : Devy Lubis