Jawa-Sulawesi Dominasi Abrasi

JAKARTA (HN) - Ancaman abrasi yang terus menggerus wilayah pesisir harus menjadi perhatian bersama semua pihak. Tidak hanya merusak ekosistem pantai, di sejumlah tempat abrasi juga merusak pemukiman warga. Bahkan, sejumlah pulau terancam tenggelam, seperti Pulau Bengkalis di Provinsi Riau akibat abrasi pada lahan gambut yang berlebihan.
Pemicunya beragam. Selain karena kondisi alam, eksploitasi manusia terhadap alam turut memberi sumbangsih besar kerusakan wilayah pesisir. Sebagaimana catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Pulau Jawa dan Sulawesi merupakan daerah terbanyak mengalami erosi pantai ini.
"Dalam konteks abrasi di Indonesia, hampir banyak lokasi mengalaminya, khususnya didominasi di Jawa, Sulawesi, dan beberapa wilayah di Sumatera terkait dengan industri yang saat ini banyak berhubungan dengan tambang pasir," kata Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem, Esensial, Eksekutif Nasional Walhi Wahyu A Perdana kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Kamis (20/6).
Secara umum, pembukaan proyek-proyek infrastruktur yang tidak dibarengi izin lingkungan yang layak mempercepat proses ancaman abrasi. Pada pulau-pulau kecil, kata Wahyu, abrasi akan menjadi ancaman kedaulatan negara karena batas bibir pantainya berubah. "Pesisir-pesisir kita jadi punya ancaman," ujarnya.
Menurutnya, aktivitas penambangan pasir di pantai menyumbang dua persoalan besar. Pertama, mengubah kepadatan wilayah pesisir sehingga mundur dari bibir pantai; kedua, kerusakan pada pesisir wilayah pantai juga mengurangi tutupan hutan mangrove. Padahal, ekosistem mangrove di pesisir merupakan benteng alami untuk menghambat proses abrasi.
"Jadi, bukan hanya soal faktor keselamatan masyarakat, kedaulatan negara, tapi dalam jangka yang lebih panjang ini juga soal lingkungan hidup," kata Wahyu.
Dalam banyak kasus, Wahyu menilai secara umum izin industri ekstraktif (yang mengambil bahan baku langsung dari alam sekitarnya) di wilayah pesisir diberikan secara asal-asalan tanpa mempertimbangkan aspek zonasi sebagaimana diatur dalam Rencanan Zonasi dan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Kedepan, Wahyu meminta pemerintah melakukan monatorium untuk mengevaluasi kembali izin-izin konsesi yang diberikan, jika tidak ingin melihat kerusakan wilayah pesisir semakin buruk. Salah satunya Pulau Jawa dan Sulawesi yang sudah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 316 kabupaten/kota di seluruh Indonesia waran mengalami abrasi. Dari jumlah itu, sebanyak 83 titik mengalami ancaman abrasi tinggi, sisanya 233 dalam kategori sedang.
Abrasi sebagaimana pemaparan BNPB, merupakan proses terjadinya pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. "Kerusakan garis pantai tersebut dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah dipantai tersebut," kata Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB Raditya Jati.
Sebagai faktor alam, abrasi merupakan dampak dari angin yang bertiup di atas lautan sehingga menimbulkan gelombang serta arus laut yang mempunyai kekuatan untuk mengikis suatu daerah pantai. Saat angin yang bergerak di laut dan menimbulkan arus serta gelombang mengarah ke pantai dalam waktu yang lama, kondisi itu akan mengikis pinggir pantai. "Kekuatan gelombang terbesar dapat terjadi pada waktu terjadi badai dan badai inilah yang mempercepat terjadi proses pengikisan pantai," ujarnya.
Untuk meminimalisir abrasi, sejumlah langkah bisa dilakukan. Antara lain, penanaman hutan pantai, vegetasi pantai yang dikombinasikan dengan infrastruktur, pengelolaan dan pengendalian tata ruang wilayah pesisir, pengendalian lingkungan, sosialiasi pemanfaatan wilayah pesisir, optimalisasi kesiapsiagaan masyarakat, dan pelibatan stakeholders terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Selain itu, penanaman pohon mangrove, memelihara pohon mangrove atau jenis pohon lainnya, dan penanaman pohon pada hutan pantai.