Penerapan Pendidikan Antikorupsi Perlu Dievaluasi

"Itu dia, kami yang belum ada evaluasi. Kami sudah mengajukan untuk evaluasi itu, tapi belum dapat dilaksanakan. Karena tidak ada evaluasi akhirnya lost, karena semua sekolah itu tidak bisa ditangani pusat. Seharusnya itu ditangani daerah," kata Ketua Tim Materi Pendidikan Antikorupsi Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Setditjen Dikdasmen) Kemdikbud Arnie Fajar kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Senin (15/7).
Pendidikan antikorupsi ini, kata dia, seharusnya ditindaklanjuti Dinas Pendidikan (Disdik) di setiap daerah sejak diseminasikan. Termasuk di dalamnya ialah proses evaluasi, sehingga tidak menunggu pusat. "Beberapa daerah ada yang menindaklanjuti," ujarnya.
Dari segi pendidik, menurut Arnie sudah dilatih termasuk kepala sekolah. Bahkan di buku paduan yang diberikan Kemendikbud sudah sampai ke indikator. Meski begitu, kemungkinan ada guru yang tidak menjalankan sesuai panduan pun terbuka. "Mungkin saja ada. Tapi kalau sampai tidak melihat, itu tidak mungkin ya, karena itu kewajiban mereka," katanya.
Atas dasar itu, Kemendikbud belum bisa memastikan seberapa jauh implementasi pendidikan antikorupsi ini diterapkan di sekolah-sekolah. "Kalau ditanya implementasinya sampai di mana misalnya, kami tidak bisa menjawab secara pasti karena tidak ada laporan dari dinas kota/kabupaten setempat. Itu juga sudah saya keluhkan," ujarnya.
Untuk evaluasi di daerah, kata Arnie, bisa dilakukan Disdik setempat. Bahkan jika diambil alih pusat, daerah harus menyerahkan data lapiran. "Tapi mereka tidak melaporkan."
Saat ini, Kemendikbud baru mengintegrasikan pendidikan antikorupsi dengan mata pelajaran PKN. Sementara merujuk buku pendamping dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencakup semua mata pelajaran. "Ke depan saya sedang diskusi dengan KPK. Saya inginnya evaluasi mana daerah yang sudah dilatih oleh KPK, mana daerah yang sudah dilatih Kemendikbud. Bagaimana ini di-compare," kata Arnie.
Dalam pendidikan antikorupsi, banyak nilai-nilai yang bisa ditanamkan ke peserta didik baik dari sisi ekonomi, politik, sosiologi, maupun hukum. "Dari sudut pandang hukum itu dari nilai-nilai disiplin. Kalau tidak taat aturan, itu berarti korupsi. Itu contohnya. Jadi, yang ditanamkan itu nilai-nilainya."
Pendidikan antikorupsi harus masuk ke semua pendidikan formal berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Upaya pencegahan korupsi sejak dini harus dimulai dari bangku sekolah.
Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini sebelumnya menegaskan, tahun ajaran baru ini pendidikan antikorupsi mulai masuk ke sekolah-sekolah di wilayah itu sebagaimana dianjurkan KPK untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme sejak dini. "Setiap hari pelajaran tentang antikorupsi harus diajarkan, bukan hanya sekadar dihafalkan," ujarnya.