Perjuangan Semenya belum Usai

Caster Semenya. (AFP | STRINGER )
Tak bisa jaga gelar di Kejurdun, Caster Semenya tetap berusaha mencari keadilan.
PARIS (HN) - Pelari putri Afrika Selatan Caster Semenya harus belajar berlapang dada. Keputusan Pengadilan Tinggi Federal Swiss membatalkan penangguhan sementara regulasi pembatasan hormon testoteron yang diterapkan Federasi Asosiasi Atletik Internasional (IAAF) membuatnya tak bisa tampil di Kejuaraan Dunia (Kejurdun) 2019 Doha, 29 September-6 Oktober.
Dengan demikian, Semenya dipaksa mengubur ambisi mempertahankan mahkotanya di nomor lari 800 m putri Kejurdun.
Bukan cuma itu, perempuan 28 tahun ini juga tak bisa turun di nomor lari 400 m.
Saya sangat kecewa karena dicegah berkompetisi mempertahankan gelar yang sudah saya peroleh dengan susah payah. Namun, ini tidak akan menghalangi saya melanjutkan perjuangan untuk hak asasi manusia dari semua atlet putri yang terlibat," kata Semenya, Rabu (31/7).
IAAF sudah cukup lama ingin menerapkan klasifikasi tersebut, sejak 2011. Hanya saja, Pengadilan Abritase Olahraga Dunia (CAS) sempat menangguhkan keputusan ini karena gugatan Semenya pada 2015.
Pada 1 Mei 2019, CAS akhirnya memperbolehkan IAAF menerapkan aturan itu, dan membuat Semenya berjuang hingga ke Pengadilan Tinggi Federal Swiss. Hanya saja, putusan hakim malah membuat Semenya patah hati. IAAF diberi lampu hijau untuk mengaplikasikan aturan tersebut.
Dengan demikian, Semenya harus mau melakukan perawatan guna mengurangi kadar testoteron dalam tubuhnya jika mau berkompetisi di nomor putri.
Kuasa hukum Semenya kecewa dengan putusan tersebut. Mereka menilai hakim telah membuat putusan prosedural yang tidak berdampak pada banding itu sendiri. Pihak Semenya tetap akan berjuang untuk mendapat keadilan hingga ke tingkat yang lebih tinggi, Makamah Swiss.
"Kami akan terus mengejar permohonan Semenya untuk memperjuangkan hak asasi dasarnya. Perlombaan selalu ditentukan di garis finis," kata pengacara Semenya, Dorothee Scharamm.
IAAF mengaku membuat aturan tersebut demi memberi rasa keadilan bagi atlet putri yang memiliki kadar hormon normal. Bukan untuk mengucilkan Semenya atau atlet DSD lainnya.
Reportase : Berbagai Sumber | Brigitha Sesilya
Editor :