Eksepsi Ditolak, Romy Tempuh Banding

Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama M. Romahurmuziy mengikuti sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/10/2019). (ANTARA | INDRIANTO EKO SUWARSO )
JAKARTA (HN) -
Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan Romahurmuziy (Romy), terdakwa kasus suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama TA 2018-2019, menuai protes. Kuasa Hukum mantan Ketua Umum PPP itu, Maqdir Ismail menyatakan, akan menempuh upaya hukum banding.
"Ada kontradiksi antara putusan praperadilan dengan putusan sela yang dibacakan majelis hakim," katanya di Jakarta, Rabu (9/10).
Dalam putusan praperadilan disebutkan bahwa kewenangan memeriksa keabsahan penyelidikan serta penangkapan, terutama yang berhubungan dengan penyadapan bukan ranah praperadilan. Namun, dalam putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri disebutkan bahwa hal tersebut menjadi kewenangan praperadilan.
"Ini harus dicari tahu kebenarannya melalui proses banding. Kami harus mencari keadilan," ujar Maqdir.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam persidangan mengatakan, banding yang diajukan pihak Romy dapat dikirim bersamaan dengan putusan akhir persidangan. Majelis hakim pun menyatakan menolak eksepsi Romy. "Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi terdakwa dan tim penasihat hukum tidak dapat diterima," kata Hakim Fahzal.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo sebelumnya menolak praperadilan yang diajukan Romy, sehingga kasusnya berlanjut ke penuntutan dan disidangkan. Hakim manilai penangkapan dan penetapan tersangka Romy oleh KPK sesuai prosedur dan sah secara hukum, sehingga menolak praperadilan seluruhnya.
Anggota Tim Biro Hukum KPK Efi Laila menilai, sebagian materi Romy di luar koridor. Dalil praperadilan Romy telah memasuki materi pokok perkara dugaan korupsi yang seharusnya disampaikan pemohon dalam pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor. Menurut dia, tak ada kewenangan hakim praperadilan untuk menilai materi pokok perkara.
"Lembaga praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal yang terbatas melakukan pemeriksaan formil," ujar Efi.
Dalam perkara ini, peluang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dijerat KPK terbuka lebar. Penyidik menganggap, pengembalian Rp 10 juta oleh Menteri kepada KPK bukan sebagai pelaporan gratifikasi karena setelah operasi tangkap tangan (OTT). Terlebih, laporan staf Menteri tertulis penerimaan Rp 10 juta itu merupakan honor tambahan.
Informasi yang dihimpun KPK, sumber dana itu dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris. Pemberian itu diterima Menteri setelah Haris dilantik sebagai Kakanwil Jawa Timur pada 9 Maret 2019. Seleksi jabatan di lingkungan Kemenag diduga berlangsung lantaran Lukman satu parpol dengan Romy dan di bawah naungannya.
Reportase : Tegar Rizqon Alfian
Editor : Ridwan Maulana