RI Usung Isu Indo-Pasifik hingga Limbah di KTT ASEAN

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Jose Antonio Morato Tavares. (HARIAN NASIONAL | RAHMI YATI ABRAR )
Indonesia mempersiapkan sejumlah isu penting menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Thailand, 2-4 November. Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan hadir bersama jajaran Kementerian Luar Negeri pimpinan Retno LP Marsudi.
"Presiden Jokowi berangkat jelang Rapat Pleno KTT pada 2 November," kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Jose Antonio Morato Tavares di Kantor Kemenlu RI, Jakarta, Rabu (30/10).
Menurut Jose, agenda pembahasan forum regional ini mencakup isu internal negara anggota ASEAN, juga perjanjian perdagangan bebas dan relasi bilateral.
Agenda sedang berjalan, yang dirumuskan dalam KTT pada Agustus, juga di Thailand, tentu bakal mendapat porsi kajian. Di antaranya Pandangan Indo-Pasifik, Laut China Selatan, ASEAN Environment Programme (ASEP), polusi plastik dan limbah, penanggulangan bencana alam, Rohingya di Rakhine, ancaman terorisme dan radikalisme, serta hubungan bilateral di kalangan ASEAN plus mitra wicara.
"Kami kira ada beberapa isu utama yang kemungkinan besar diangkat Presiden Jokowi. Persisnya bakal diketahui setelah beliau berpidato dalam Rapat Pleno," ujar Jose.
Presiden Jokowi diharapkan membahas tindak lanjut Pandangan Indo-Pasifik, yang sudah diadopsi ASEAN, sekaligus mengajak seluruh mitra wicara untuk mulai bekerja sama. Saat ini, ASEAN memiliki 11 mitra wicara utama. Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru, China, Uni Eropa, dan PBB.
"Ada ide dari Menlu Retno untuk menyelenggarakan ASEAN Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum pada 2020," papar Jose.
Perihal kiriman limbah asing (khususnya plastik serta bahan berbahaya dan beracun), Jose menegaskan permasalahan ini harus segera ditangani. Setiap negara ASEAN didesak bertindak tegas mengembalikan kiriman sampah ke negara asalnya. Indonesia, Filipina, dan Malaysia sudah memelopori penolakan semacam itu.
"Perlu ada ketaatan dan penegakan hukum lebih tegas agar limbah tidak masuk negara ASEAN. Kita harus sadarkan pengimpor dan kalau perlu memberikan sanksi."
Reportase : Rahmi Yati Abrar
Editor : Dani Wicaksono