Sinergi Data Pangan Dikebut

Pedagang beras di pasar. (HARIAN NASIONAL | BAYU INDRA KAHURIPAN)
JAKARTA (HN) -
Badan Pusat Statistik (BPS) akan menyinergikan data pangan nasional mulai Januari 2020. Sinergi antara Kementerian atau Lembaga (K/L) akan terus didorong untuk mencegah ketidaksesuaian data, khususnya pangan.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, data pertama yang harus dibenahi antar K/L terkait luas lahan baku sawah. BPS akan menyerahkan kepada Kementerian ATR/BPN, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Setelah Kementerian ATR/BPN mengeluarkan data luas lahan baku sawah terkini, data tersebut menjadi acuan BPS untuk memetakan produksi. "Intinya K/L terkait akan duduk bersama untuk menyamakan data pangan," kata Suharyanto di Jakarta, Jumat (1/11).
Suhariyanto mengklaim, pencocokan data sudah dilakukan K/L terkait sejak lama. Masalahnya, saat ini penggunaan satelit dalam mendata lahan baku sawah memiliki keterbatasan. Untuk beberapa daerah memerlukan tingkat akurasi tinggi.
Namun, Suhariyanto tidak mengetahui pasti daerah mana saja yang memerlukan akurasi tinggi. Dia memastikan hanya di beberapa provinsi. "Data yang dirilis Oktober 2018 baru checking 16 provinsi. Sekarang disempurnakan ke seluruh provinsi. Harapannya Januari 2020 sudah sesuai," ujarnya.
Dia menyambut baik sinergi enam K/L soal data pangan. Namun, BPS memiliki tantangan karena harus berkunjung ke lapangan setiap bulan untuk mengecek langsung 219 ribu titik lahan baku sawah.
"Kalau dia (petugas pengukuran dari BPS) tidak datang dalam radius 10 meter persegi, itu tidak bisa (akurat)," katanya.
Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Budi Waseso memastikan, BPS satu-satunya acuan data pangan, khususnya beras. "Saya hari ini tetap pegang data BPS. Saya tidak pakai data saya karena data BPS imbangannya data Bank Indonesia (BI)," ujarnya.
Budi menilai, keuntungan Bulog menggunakan data BPS agar dapat mengontrol potensi impor beras. Apabila ada pihak yang mendesak Bulog impor beras, dia akan meminta data BPS. Jika menurut BPS tak perlu impor, Bulog akan mengikuti.
"Kalau data BPS menunjukkan stok beras minim karena cuaca tak bagus, ya saya ikuti, harus impor," ujarnya.
Reportase : Herry Supriyatna
Editor : Didik Purwanto