Riau segera Susun Konsep Manajemen Krisis Kepariwisataan

Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan di Riau. (AFP | ADEK BERRY)
JAKARTA (HN) - Pemerintah Provinsi Riau segera menyusun konsep Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) Daerah. Mewakili karakteristik bencana ritual tahunan untuk wilayah barat yaitu peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Riau terpilih menjadi pilot project menyusul disahkannya Peraturan Gubernur tentang Pembentukan MKK di Provinsi Riau.
“Untuk Provinsi Riau, karakter bencana yang terjadi yakni peristiwa kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun. Kabut asap menjadi perhatian kita bersama, yakni bagaimana pariwisata tetap bertahan dalam keadaan krisis seperti itu,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural dan Plt Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata dan Kreatif (Kemenparekraf) Guntur Sakti, baru-baru ini.
Riau, lanjut dia, merupakan provinsi ketiga yang ditetapkan sebagai pilot project pembentukan MKK Daerah. Sebelumnya, telah dilaksanakan juga di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat. “Ke depan diharapkan setiap provinsi di Indonesia memiliki MKK Daerah,” ujarnya.
Ketiga provinsi yang ditetapkan ini dipilih karena mewakili wilayah barat, timur, dan tengah Indonesia. Wilayah barat diwakili oleh Jawa Barat, wilayah timur diwakili oleh Lombok, dan wilayah tengah yang diwakili Riau. Ketiga daerah tersebut juga memiliki karakter dan potensi krisis pariwisata yang berbeda.
Guntur menuturkan, keberadaan MKK Daerah untuk sektor pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia, bersaing dengan migas. Pariwisata memiliki potensi besar sebagai daya tarik dan penghasil devisa namun juga memiliki potensi krisis yang besar. Untuk itu, perlu penetapkan sejumlah sistem untuk mengelola krisis kepariwistaan.
Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Riau Yose Rizal Zein mengatakan kesiapan daerahnya untuk menjadi pilot project pembentukan MKK Daerah mengingat peristiwa kabut asap yang terjadi di Riau berdampak pada ekonomi daerah setempat, termasuk sektor pariwisata.
“Kami memandang perlu untuk mengamankan posisi pariwisata dari krisis lingkungan yang terjadi. Untuk itu perlu dilakukan penyelarasan program-program apa saja yang harus dilakukan baik pada sebelum terjadi krisis, saat terjadi krisis, serta pascakrisis,” katanya.
kepala subdirektorat (Kasubdit) Peran Lembaga Usaha BNPB Firza Ghozalna mengatakan, integrasi pengembangan pariwisata di tengah terjadinya bencana menjadi kunci pengelolaan pariwisata. Hal ini penting mengingat pariwisata sebagai salah satu pilar pembangunan yang sedang berkembang.
“Salah satu keberhasilan penanganan krisis yakni saat peristiwa erupsi Gunung Agung. Kami mengalami titik di mana jumlah penumpang pesawat menuju Bali tidak sampai 50 persen. Saat itu, kami bersama sejumlah pihak termasuk Kementerian Pariwisata dan Pemrpov melakukan sejumlah upaya untk mengembalikan kondisi pariwisata Bali. Kemudian, tidak begitu lama, kondisi pariwisata Bali pun kembali pulih.”
“Untuk Provinsi Riau, karakter bencana yang terjadi yakni peristiwa kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun. Kabut asap menjadi perhatian kita bersama, yakni bagaimana pariwisata tetap bertahan dalam keadaan krisis seperti itu,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural dan Plt Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata dan Kreatif (Kemenparekraf) Guntur Sakti, baru-baru ini.
Riau, lanjut dia, merupakan provinsi ketiga yang ditetapkan sebagai pilot project pembentukan MKK Daerah. Sebelumnya, telah dilaksanakan juga di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat. “Ke depan diharapkan setiap provinsi di Indonesia memiliki MKK Daerah,” ujarnya.
Ketiga provinsi yang ditetapkan ini dipilih karena mewakili wilayah barat, timur, dan tengah Indonesia. Wilayah barat diwakili oleh Jawa Barat, wilayah timur diwakili oleh Lombok, dan wilayah tengah yang diwakili Riau. Ketiga daerah tersebut juga memiliki karakter dan potensi krisis pariwisata yang berbeda.
Guntur menuturkan, keberadaan MKK Daerah untuk sektor pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia, bersaing dengan migas. Pariwisata memiliki potensi besar sebagai daya tarik dan penghasil devisa namun juga memiliki potensi krisis yang besar. Untuk itu, perlu penetapkan sejumlah sistem untuk mengelola krisis kepariwistaan.
Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Riau Yose Rizal Zein mengatakan kesiapan daerahnya untuk menjadi pilot project pembentukan MKK Daerah mengingat peristiwa kabut asap yang terjadi di Riau berdampak pada ekonomi daerah setempat, termasuk sektor pariwisata.
“Kami memandang perlu untuk mengamankan posisi pariwisata dari krisis lingkungan yang terjadi. Untuk itu perlu dilakukan penyelarasan program-program apa saja yang harus dilakukan baik pada sebelum terjadi krisis, saat terjadi krisis, serta pascakrisis,” katanya.
kepala subdirektorat (Kasubdit) Peran Lembaga Usaha BNPB Firza Ghozalna mengatakan, integrasi pengembangan pariwisata di tengah terjadinya bencana menjadi kunci pengelolaan pariwisata. Hal ini penting mengingat pariwisata sebagai salah satu pilar pembangunan yang sedang berkembang.
“Salah satu keberhasilan penanganan krisis yakni saat peristiwa erupsi Gunung Agung. Kami mengalami titik di mana jumlah penumpang pesawat menuju Bali tidak sampai 50 persen. Saat itu, kami bersama sejumlah pihak termasuk Kementerian Pariwisata dan Pemrpov melakukan sejumlah upaya untk mengembalikan kondisi pariwisata Bali. Kemudian, tidak begitu lama, kondisi pariwisata Bali pun kembali pulih.”
Reportase : LUQMANUL KHAKIM (RM)
Editor : Fifia A Himawan