Solusi Belanja Murah Akhir Tahun

Hari Belanja Online Nasional atau akrab disebut Harbolnas menjadi salah satu momen yang dinanti masyarakat. Beragam e-commerce Indonesia seperti Lazada, Blibli, bukalapak, tokopedia, dan lainnya berlomba-lomba memberikan potongan harga yang cukup fantastis.
Ini menjadikan Harbolnas surga bagi para pencinta shopping. Mereka dapat menemukan berbagai macam barang, dari kebutuhan primer hingga tersier dengan harga miring.
Tahun lalu, misalnya, seseorang yang kemudian diketahui sebagai pengemudi ojek online berhasil mendapatkan satu buah Mini Cooper. Mobil yang normalnya dibanderol dengan harga Rp 700 jutaan itu dilepas dengan harga Rp 12 ribu saja pada momen Harbolnas 2018.
Ini tentunya menjadi momen langka bagi sebagian orang yang ingin mendapatkan barang impiannya. Barang yang sebelumnya bernilai mahal dan sulit untuk didapatkan bisa segera dimiliki sebab Harbolnas.
"Dengan begitu banyak promosi, kegiatan, dan juga fasilitas serta infastruktur yang mendukung, kami berharap kegiatan 12.12 ini tidak hanya dapat mengabulkan keinginan konsumen kami untuk memiliki barang-barang wishlist mereka sebelum tahun berganti, tapi membangun engagement produsen dan konsumen," ujar Chief Marketing Officer Lazada Indonesia Monika Rudijono di Jakarta, Kamis (5/12).
Pertumbuhan e-commerce di Indonesia dinilai berhasil memajukan geliat belanja, ditunjang momen-momen musiman laiknya Harbolnas-apakah itu 10.10 pada Oktober, 11.11 pada November, atau 12.12 seperti bulan ini.
Namun, ini tidak dapat dijadikan pembenaran bahwa belanja online sudah berada di tahap atas. Sebaliknya, hal tersebut justru menandakan awal mula kebangkitan e-commerce Indonesia.
Ini diakui Direktur Nielsen Company Indonesia Rusdy Sumantri. Ia mengatakan, e-commerce Indonesia justru sedang berada dalam tahap berkembang.
"Kalau melihat tren ke depan, saya bukan melihat e-commerce akan jenuh. Justru dalam tahap mulai berkembang, Coba kita bayangkan ada berapa yang belanja online saat ini? Kalau kita buka data, pengguna internet itu kan baru 60-an persen dari total penduduk, yang artinya ratusan juta. Lalu, apakah mereka semua belanja online?" jelasnya.
Rusdy menambahkan, "Kalau dari hasil kemarin menunjukkan ada 55 persen pengguna internet yang melakukan belanja online. Estimasi kami ada 5 juta orang. Jadi, masih ada 45 persen yang belum," tambahnya.
Melihat hal tersebut wajar kiranya Rusdy menilai e-commerce Indonesia belum sampai tahap selanjutnya. Masih banyak hal yang harus dilakukan e-commerce Indonesia untuk dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berbelanja online.
Tidak dapat dimungkiri, berbelanja online memang menjadi kenyamanan tersendiri bagi masyarakat. Dengan kemudahan yang ditawarkan, hal ini membuat atmosfer belanja semakin meningkat. Akibatnya berdampak pada berkembangnya e-commerce Indonesia. Namun, harus diingat bahwa ada beberapa risiko yang harus dijalani saat berbelanja online.
Salah satunya, rawannya penipuan dalam belanja online. Dalam hal ini, pembeli tidak dapat melihat barang yang akan dibeli secara langsung. Alhasil, bisa saja barang yang datang tidak sesuai dengan keinginannya. Bahkan lebih parahnya, uang yang sudah ditransfer langsung dibawa kabur oleh penjual.
Namun, Rusdy melihat hal negatif ini tampaknya tidak terlalu berpengaruh terhadap atmosfer belanja online di Indonesia. Buktinya hingga kini masih banyak masyarakat yang tetap melakukan kegiatan belanja secara online.
"Nah, kami memiliki beberapa data dan juga memonitor sentimen negatif ini. Mungkin banyak berita yang membicarakan tentang penipuan dan semacamnya. Namun, melihat dari hasil survei, tren masyarakat Indonesia terhadap hal negatif itu mulai menurun," kata dia.
Rusdy tak membantah, kekhawatiran tetap ada. "Tapi secara garis besar sudah menurun karena semakin ke sini masyarakat Indonesia semakin pintar dalam berbelanja online," tutupnya.