Membenahi Udara Jakarta

Panorama gedung bertingkat yang tertutup polusi udara dilihat dari gedung bertingkat di kawasan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. (HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN )
Kendaraan bermotor penyumbang polusi terbesar.
Oriza (26) akhirnya menyerah dengan kondisi Jakarta yang kian hari makin memprihatinkan. Pengendara sepeda motor itu merasakan dampak kualitas udara yang makin buruk.
Dia bercerita, melakukan aktivitas setiap hari dengan kendaraan pribadi bukanlah ide yang tepat. Terutama memasuki jam pulang kantor, selain kemacetan, dia harus berjibaku dengan paparan asap kendaraan bermotor. Kerap di kondisi siang yang panas dia merasa napasnya terasa sesak dan mudah keletihan. Padahal, dia mengaku tidak memiliki masalah dengan kesehatan pernapasannya.
Sudah lebih dari dua tahun ini Oriza memilih beralih ke moda transportasi umum. Meski tetap harus berurusan dengan polusi, setidaknya dia tidak harus terpapar langsung asap kendaraan lainnya. "Terlebih saat ini moda transportasi makin bagus pelayanannya, terutama MRT (Mass Rapid Transit). Selain itu, lebih efisien biaya," kata dia.
Senada dengan Oriza, Nosa (33) yang bermukim di Depok, Jawa Barat, punya perasaan sama. Demi menjaga kondisi fisik, dia rela meninggalkan kendaraan pribadi miliknya. Nosa mengungkapkan, ia sebelumnya tidak tertarik menggunakan Kereta Rel Listrik (KRL). "Karena melihat padatnya penumpang, terutama pada jam-jam sibuk," ujarnya sedikit tertawa.
Penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sekitar 20 juta kendaraan beredar di Jakarta setiap hari. Risiko dari asap kendaraan bermotor itu adalah Particular Matter (PM) 2.5, sebuah partikel tak kasatmata yang berukuran 2,5 mikrometer. Partikel ini mampu menembus masker dan berbahaya bagi manusia, terutama kesehatan jantung dan paru-paru, juga kelompok yang rentan seperti balita dan ibu hamil.
Jakarta pernah tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk peringkat delapan dunia dengan parameter polutan PM2.5 konsentrasi 58,1 ug/m3 pada 22 Agustus 2019. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak tinggal diam. Melalui Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, Pemprov DKI Jakarta menerapkan beberapa langkah.
Ada beberapa tugas besar Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang perlu dilanjutkan tahun depan. Di antaranya memastikan tidak ada angkutan umum berusia di atas sepuluh tahun dan tidak lulus uji emisi. Selain itu, peremajaan seluruh angkutan umum, perluasan kebijakan ganjil-genap, peningkatan tarif parkir, serta penerapan kebijakan congestion pricing.
Saat ini, realisasi peremajaan armada bus kecil, sedang, dan besar baru mencapai 3.602 armada atau setara dengan 35.85 persen dari target 10.047 armada. "Selain peremajaan, bus-bus itu nantinya akan ditingkatkan integrasinya melalui Jak Lingko. Ini harus diselesaikan pada 2020," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
Untuk penerapan area ganjil-genap, saat ini telah diimplementasikan pada 25 ruas jalan di Jakarta yang berlaku mulai 6 September 2019. Syafrin mengungkapkan, ruas jalan yang dilalui aturan ini berhasil menurunkan tingkat kemacetan dan membuat masyarakat beralih ke kendaraan umum.
Namun, ia menjelaskan, implementasinya nanti akan dihapus jika aturan Electroic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik mulai diberlakukan. Sistem ini terutama diberlakukan di ruas jalan yang telah terfasilitasi angkutan umum.
Rencananya, ERP akan diimplementasikan pada 2021. Saat ini ERP tengah masuk tahap penyusunan regulasi, termasuk tarif dan denda serta hal-hal lain terkait operasional.
Dalam mengurangi zat polutan, Syafrin mengatakan, harus ada upaya peningkatan penggunaan transportasi umum. Untuk TransJakarta, Syafrin mengatakan, ada peningkatan jumlah penumpang. Semula 800 ribu penumpang per hari, kini mencapai 980 ribu penumpang dalam sehari. Begitu juga dengan MRT, sebelumnya 80 ribuan penumpang per hari, meningkat hampir 100 ribu penumpang per hari.
Aturan kenaikan tarif parkir, rencananya awal 2020 kenaikan sudah bisa direalisasikan. "Tarif parkir masih dalam kajian. Implementasinya secepatnya setelah selesai kajian," ujar Syafrin.
Penyumbang polusi bukan hanya dari pembuangan kendaraan bermotor. Kegiatan industri dari cerobong asap juga salah satu penyumbang besar zat polutan di Jakarta. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan tidak segan membatalkan izin bila perusahaan tidak mengikuti aturan pemprov.
Dinas LH melakukan pengawasan terhadap 80 kegiatan usaha, baik industri maupun nonindustri. Hingga 11 Oktober 2019, pihaknya telah mengambil sampel emisi industri aktif kepada 59 industri untuk diuji di laboratorium.
Reportase : Seruni Rara Jingga
Editor : Tegar Rizqon Alfian