Perlindungan WNI di Hong Kong Jadi Prioritas

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI Judha Nugraha. (DOK. PRIBADI )
Hong Kong merupakan salah satu tujuan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI), khususnya pada sektor nonformal. Kementerian Luar Negeri mencatat sekitar 174.800 warga negara Indonesia (WNI) bekerja di kota semi-otonom tersebut.
Mengingat jumlah yang tidak sedikit, sudah seharusnya pemerintah Indonesia dan Hong Kong menyediakan jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi mereka, khususnya yang terlibat kasus hukum. Terlebih, kondisi sosial Hong Kong semakin meresahkan seiring aksi demonstrasi enam bulan terakhir.
Unjuk rasa pecah sejak Juni, dipicu rencana pengesahan RUU Ekstradisi oleh Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Bentrok antara demonstran dan aparat kepolisian terjadi intens. Keselamatan WNI sedikit banyak terancam.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI Judha Nugraha mengatakan, belum menerima laporan ada WNI terdampak aksi demonstrasi. Tidak ada pula yang terlibat langsung dalam unjuk rasa terbesar sejak penyerahan kedaulatan Hong Kong oleh Inggris kepada China pada 1997.
"Sejak awal ketika demonstrasi pecah di Hong Kong, Kemenlu dan KJRI senantiasa memberikan imbauan agar WNI bisa berhati-hati dan waspada terhadap aksi massa, tidak mendekati lokasi demonstrasi, dan tidak ikut serta pada aktivitas politik," kata Judha kepada HARIAN NASIONAL, di Jakarta, Kamis (5/12).
Judha mengaku dikejutkan dengan insiden yang menimpa jurnalis perempuan asal Indonesia, Veby Mega Indah (39). Ia terkena tembakan di mata kanannya saat meliput aksi protes pada 29 September. Veby dikabarkan mengalami kebutaan pada salah satu matanya.
Meskipun demikian, Kemenlu dan KJRI di Hong Kong tetap mendampingi Veby, termasuk pendampingan hukum. "Veby sudah menunjuk pengacara untuk melakukan tuntutan pada otoritas setempat. Informasi yang kami terima sejauh ini, pengacara Veby sedang mempersiapkan berkas tuntutan. Kita terus ikuti perkembangannya," jelas Judha.
Selain kasus Veby, baru-baru ini pihak Imigrasi Hong Kong juga mendeportasi Yuli Riswati (39), asisten rumah tangga. Yuli menjadi perbincangan hangat karena alasan pemulangannya dianggap "tidak proporsional". Pekerja migran asal Jawa Timur itu dipulangkan karena terlambat mengurus perpanjangan izin tinggal.
Namun, pendukung Yuli meyakini pemulangannya justru berkaitan dengan aktivitasnya sebagai jurnalis warga atau citizen journalist, yang menuliskan demonstrasi Hong Kong via Facebook. Ia bahkan ditahan selama berhari-hari di fasilitas Imigrasi Hong Kong.
Menanggapi itu, Judha mengatakan KJRI telah menerima informasi bahwa Yuli ditahan pihak imigrasi atas tuduhan melanggar aturan keimigrasian. Tuduhan overstay tersebut terbukti di dalam persidangan. Yuli dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman percobaan hingga akhirnya dipulangkan ke Tanah Air pada Senin (2/12) lalu. KJRI juga melakukan pendampingan terhadap Yuli di persidangan.
"Itu merupakan upaya KJRI untuk melindungi hak-hak yang bersangkutan agar dipenuhi oleh sistem hukum setempat," kata Judha.
Merujuk hasil persidangan, Judha mengaku pihaknya tidak mau berspekulasi menanggapi informasi yang simpang siur terkait kasus hukum Yuli. Terlebih, Yuli telah memilih pengacaranya sendiri, sehingga KJRI hadir hanya untuk mendampingi dan memastikan hak-hak yang bersangkutan terpenuhi.
"Jadi kami tidak bisa menjelaskan yang mana yang spesial. Kami hanya bicara mengenai fakta di persidangan. Di sana prosesnya tercatat dan jelas. Hanya itu yang bisa kami jelaskan. Itu yang kami terima dan sudah terbukti," jelasnya.
Berdasarkan hukum internasional, perwakilan asing tidak diperbolehkan melakukan intervensi terhadap hukum setempat. Batasan perlindungan yang diberikan sangat jelas, yakni tanpa mengambil alih tanggung jawab pidana dan perdata yang bersangkutan.
Kemenlu terus mengimbau WNI agar mematuhi aturan negara tempat bekerja dan melakukan aktivitas sesuai dengan izin tinggal yang diberikan. Jika terdapat WNI yang dilanggar haknya dan ditahan tanpa alasan jelas, pemerintah tidak hanya memberikan pendampingan, tapi juga menuntut kejelasan atas penahanan tersebut.
Judha menerangkan, bantuan yang diberikan pemerintah Indonesia dan KJRI terhadap WNI berkasus di luar negeri sifatnya pelayanan, semisal menyediakan pengacara dan sebagainya. Apakah nantinya bantuan tersebut digunakan atau tidak, kembali pada yang bersangkutan.
"Sejauh ini kasus Yuli selesai, begitu pun tanggung jawab Kemenlu dan KJRI. Tugas kita hanya melindungi WNI yang di luar negeri. Ketika sudah kembali, ya selesai. Kecuali ada hal-hal yang harus kita fasilitasi terkait kepentingan yang bersangkutan di Hong Kong, kita coba lihat nanti apa yang bisa kita bantu," tutur Judha.
Aksi protes di Hong Kong masih berlanjut. Judha mengatakan, pihaknya terus memantau dan memperbarui informasi terkini sebagai bagian dari Contingency Plan yang tertuang dalam standar operasional prosedur perlindungan WNI. Rencana antisipasi ini melibatkan KJRI dan instansi terkait di Indonesia.
Reportase : Rahmi Yati
Editor : Dani Wicaksono