Daerah Rawan Karhutla Harus Mulai Waspada

parat TNI bersama tim penanggulanga Karhutla berupaya memamdamkan api yang membakat lajan gambut di wilayah Kabupaten Kolaka Timur. (ANTARA FOTO | DARWIS SARKANI)
JAKARTA (HN) -
BMKG mengimbau jika pemerintah ingin menggunakan teknologi modifikasi cuaca (hujan buatan), saat yang tepat untuk melakukannya adalah periode peralihan musim hujan ke kemarau saat ini karena bibit awan masih banyak yang dapat disemai. Ketika sudah memasuki puncak musim kemarau, akan sulit melakukan penyemaian awan untuk membasahi lahan gambut untuk mencegah karhutla.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun ini akan terjadi pada Agustus. Daerah-daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus mulai waspada.
"Awal musim kemarau tahun ini sebagian besar sudah dimulai bulan Mei ini sedangkan puncaknya kita prediksi di bulan Agustus dengan frekuensi jumlah wilayah antara lebih dari 64 persen," kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin dalam konferensi pers online penanganan karhutla yang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Jumat (8/5).
Dia memperingatkan adanya daerah yang diprakirakan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya dengan indikator curah hujannya relatif di bawah normal. Ini termasuk daerah rawan karhutla seperti Riau bagian utara dan sebagian Lampung serta beberapa wilayah Sumatera Selatan.
Mei merupakan awal kemarau untuk banyak wilayah Indonesia. BMKG melihat beberapa wilayah masih cukup basah kecuali wilayah Riau yang memiliki potensi karhutla.
"Di wilayah Riau kondisi (curah hujannya) relatif menengah tetapi menjelang Juni-Juli kondisinya relatif rendah curah hujan sehingga potensi terjadi karhutla harus lebih diwaspadai, terutama tiga bulan ke depan," kata dia.
Reportase : ANTARA
Editor : Mulya Achdami