Transformasi Pendidikan

Seorang pelajar kelas 5 SD belajar di rumah menggunakan perangkat laptop di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta, Selasa, 19 Mei 2020. (HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN)
Kemendikbud mengembangkan blended learning atau perpaduan pembelajaran tatap muka dan daring.
FORMAT pembelajaran di Indonesia beralih ke wujud online atau dalam jaringan (daring) seiring merebaknya wabah virus corona baru (COVID-19). Transformasi ini bukan tanpa masalah. Sekian banyak persoalan mengemuka, mulai dari keterbatasan alat pendukung berupa gawai, biaya kuota internet, hingga jaringan yang belum merata ke daerah terpencil.
Pembelajaran secara daring pun menuai keluhan. Hasil survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang dirilis Jumat (10/4) lalu mengungkap keluhan siswa tidak senang belajar dari rumah.
Terungkap, dari 717 anak yang di 29 provinsi yang disurvei, 58 persen mempunyai perasaan tak menyenangkan selama belajar di rumah. Sedangkan, 38 persen di antaranya menyatakan sekolah belum memiliki program yang baik dalam penerapan belajar di rumah. Dalam survei ini, anak mengharapkan belajar di rumah bisa berlangsung komunikasi dua arah dan pembelajaran yang efektif.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun berupaya melakukan pembenahan. Hal ini antara lain dengan mengimbau guru tak membebani siswa dengan banyak penugasan hanya demi mengejar kurikulum belajar.
Namun, terlepas dari itu, pembelajaran secara daring tetap akan menjadi pilihan ke depannya meski pandemi COVID-19 berlalu. Pasalnya, Kemendikbud akan mengembangkan blended learning atau perpaduan pembelajaran tatap muka dan daring.
Plt Drijen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menyatakan, pengembangan blended learning akan dilakukan pascapandemi COVID-19 dengan mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0. "Pertimbangannya agar pembelajaran lebih bervariasi dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi, termasuk mendorong siswa lebih mandiri," kata Hamid kepada HARIAN NASIONAL belum lama ini.

Untuk tahap awal, perpaduan pembelajaran tatap muka dan daring ini akan coba diterapkan mulai tahun ajaran baru pertengahan Juli 2020. Hamid menyatakan, terobosan tersebut berlaku bagi daerah yang masih dan telah dinyatakan sebagai zona hijau (terbebas dari kasus positif COVID-19). Artinya, sekolah di daerah ini telah diperbolehkan menjalankan pembelajaran tatap muka. Namun, tetap harus memadukannya dengan daring.
"(Pelaksanaannya) tetap harus koordinasi dengan Gugus Tugas di daerah untuk memastikan apakah zona hijau atau merah (COVID-19) dan sesuai protokol kesehatan yang ketat yakni berupa pemakaian masker saat di sekolah," imbuhnya.
Data Kemendikbud hingga April 2020, 40.779 satuan pendidikan dasar dan menengah belum memiliki akses internet pendidikan. Sedangkan, 7.552 satuan pendidikan dasar dan menengah belum mempunyai akses listrik.
Salah satu upaya mengatasi permasalahan itu, Hamid mengungkapkan, Kemendikbud masih akan memfasilitasi Program Belajar di Rumah melalui siaran TVRI. Tujuannya untuk memastikan pembelajaran di daerah yang tak terakses internet. "Masih lanjut hingga semester depan," kata dia.
Hamid menambahkan, pemerintah daerah (pemda) tidak boleh lepas tangan. "Pemda harus mengatasi masalah pembelajaran di masa pandemi, termasuk memastikan fasilitas listrik dan internet yang menjadi tanggung jawab mereka."
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai, pengembangan blended learning wajib dilakukan Indonesia dan harus diiringi kesiapan kompetensi guru di masing-masing sekolah. Dalam hal ini, kemampuan pedagogi guru sangat krusial dipastikan. "Era sekarang ini kita sudah tidak membutuhkan lagi guru ceramah berbasis konten, tapi guru yang mampu mendorong siswa untuk menghasilkan karya dan proyek dengan memanfaatkan pembelajaran digital," ujar Indra.
Pendidikan Tinggi
Dalam lingkup pendidikan tinggi, peluang untuk melakukan optimalisasi pendidikan jarak jauh atau secara daring sebagai proyeksi pembelajaran ke depan pada jenjang pendidikan tinggi dinilai tak mudah. Pasalnya, untuk memastikan pendidikan jarak jauh yang baik tak sekadar hanya menggunakan power point dan video pengajaran.
"Namun, membutuhkan sistem dan backup mulai dari modul pembelajaran, sistem asesmen sebagai feedback, serta dukungan tutor untuk memastikan respons dari segala pertanyaan dan kesulitan belajar siswa," kata Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam.
Dalam pandangan, Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Malang Djoko Saryono, pembelajaran daring di tingkat pendidikan tinggi membutuhkan dukungan reorientasi penelitian dengan prioritas penelitian dosen pada pembangunan sistem kampus digital. "Reorientasi penelitian untuk sistem kampus digital ini penting untuk memastikan atau check up ulang kesiapan kampus dari Sabang sampai Merauke dalam menghadapi keadaan darurat seperti COVID-19 ini," kata Djoko.
Selain itu, kata Djoko menambahkan, Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudi juga harus mampu menyiapkan manajemen kampus berbasis digital yang memuat kurikulum relevan dan lebih terbuka, sistem pembelajaran dan asesmen yang lebih lentur serta relevan. "Mau tak mau Ditjen Pendidikan Tinggi harus menyiapkan dengan cepat untuk memastikan semua kampus berbasis digital," kata Djoko menegaskan.
Reportase : Ramadani WN
Editor : Aria Triyudha