Menunggu Vaksin, Memulai Normal Baru

Jamaah Thoriqoh Qodriyah Naqsabandiyah menunaikan shalat zuhur berjamaah di antara sekat plastik di Desa Keji, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Senin (18/5). (ANTARA | AJI STYAWAN)
Akan ada pertimbangan, tahapan, dan syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum pelonggaran pembatasan diberikan.
Pandemi virus corona baru (COVID-19) membuat gaya hidup berubah. Aktivitas sosial dibatasi, bahkan ditiadakan. Masyarakat akhirnya diminta tetap di rumah. Ini demi mencegah penyebaran virus. Di Indonesia, COVID-19 telah menyentuh 34 provinsi.
Menjelang bulan keempat COVID-19 melanda Tanah Air, terhitung sedari penetapan kasus pertama yang diumumkan awal Maret, pemerintah menyusun sejumlah skenario agar penanganan pandemi tak membuat produktivitas menyurut.
Presiden Joko Widodo menyebutnya berdamai dengan virus. Ide ini kemudikan diturunkan menjadi konsep normal baru.
"Sangat mungkin virus (COVID-19) tidak akan hilang sebelum vaksin ditemukan. Kita harus bisa menyesuaikan diri, tapi bukan berarti lengah," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo di Jakarta, Senin (18/5).
Konsep normal baru tak berarti meniadakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Protokol kesehatan pun semakin diperketat. Rencananya, konsep normal baru diterapkan dengan beragam pertimbangan dan syarat.
Kata Doni, ada pertimbangan khusus bagi suatu daerah yang bisa mendapatkan relaksasi. Tingkat kepatuhan masyarakat juga menjadi tolok ukur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, penerapan konsep normal baru bergantung hasil evaluasi daerah. Ini terkait tingkat penyebaran kasus. Pemerintah akan memberikan penilaian.
Ada beberapa segmentasi penilaian yang dimatangkan, seperti epidemiologi serta kesiapan daerah dan masyarakat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang ditugaskan menyusun formulasinya. Teknisnya, pelonggaran pembatasan bisa diterapkan jika daerah mampu mengendalikan reproduction rate (RO) dari infeksi COVID-19.
"Kami sedang siapkan scoring yang dilakukan dengan perhitungan epidemiologi berbasis RO, juga kesiapan daerah, perkembangan penyakit, kapasitas sektor kesehatan, kesiapan masyarakat, kedisiplinan masyarakat, juga respons publik," kata Airlangga.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memastikan, pelonggaran pembatasan diberikan dengan kajian mendalam, bukan atas pertimbangan personal.
Kini, bukan hanya pemerintah pusat yang terus mematangkan konsep normal baru. Pemerintah daerah juga serupa. Saat dihubungi, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyatakan, berbagai skenario penerapan normal baru terus dimatangkan. Masyarakat, kata Heroe, harus terlibat. Ini demi membuat seluruh sektor yang sempat terpukul bisa kembali bangkit.
Pemerintah Kota Cirebon bahkan turut menyosialisasikan konsep normal baru ketika PSBB gelombang kedua diterapkan. Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis memastikan konsep tersebut akan terus disosialisasikan. Selama vaksin COVID-19 belum ditemukan, ia menilai konsep normal baru solusi terbaik untuk dilakukan.
Anggota Dewan Pakar Ikatan Dokter Indonesia Syahrizal Syarif mengatakan, konsep normal baru sebaiknya dilakukan setelah puncak pandemi, termasuk ketika kasus baru melandai dan terus turun.
Menurut Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono, pelonggaran tak bisa diterapkan sekaligus. Setidaknya ada tiga tahapan yang harus dilakukan.
Pertama menyasar tempat usaha. Fase selanjutnya dengan membuka instansi pendidikan. Hasil evaluasi kemudian bisa diputuskan untuk melonggarkan pembatasan di sektor lain. "Kalau tetap menurun, boleh dibuka tahap berikutnya. Jadi tidak bisa dibuka sekaligus," imbaunya.
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menyatakan, pemerintah harus menyesuaikan dengan kondisi daerah terkait rencana pelonggaran. Ini karena daerah memiliki kemampuan, kondisi, dan kesiapan berbeda.
Agar tak membingungkan masyarakat, sosialisasi harus terus dilakukan. Ini agar publik memahami protokol kesehatan seperti apa yang harus dipenuhi ketika normal baru diterapkan. Sosialisasi dan edukasi, kata Kurniasih, menjadi sektor vital yang harus dilakukan. "Ini agar pelonggaran tidak disalahartikan dengan euforia kebebasan atau menjalani kehidupan seperti sebelum pandemi," imbaunya.
Reportase : Aini Tartinia | Sherlya Puspita Sari | Esti Tri Pusparini
Editor : Ahmad Reza S