Tempat Kerja Ramah-keluarga Jadi Kebutuhan Dasar

Sepertiga warga dunia saat ini adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun. Di berbagai belahan bumi, jumlah anak dan populasi muda mencapai 50% dari total populasi. Karena itu, segala jenis urusan tidak dapat dihindari untuk berinteraksi dan berada dalam lingkungan kehidupan anak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Chief of Business Development Save the Children Rizal Algamar mengungkapkan, anak merupakan masa depan bangsa dan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang kelak menjadi penerus cita-cita. Anak memiliki peran yang sangat strategis dalam Pembangunan Nasional. Tentunya, mereka diharapkan menjadi manusia yang berkualitas.
Namun, tantangan hadir sebab pandemi COVID-19. Anak-anak kehilangan kesempatan belajar, sementara para pekerja menghadapi masalah ekonomi. Kondisi ini dinilai akan mengarah kepada meningkatnya pekerja anak-anak atau usia muda
“Seharusnya anak-anak dapat bermain, berkreativitas, memperoleh edukasi, kesehatan dan sejahtera tanpa merasa khawatir jauh dari orangtua mereka dalam mendukung tumbuh kembang anak itu sendiri,” ujar Rizal dalam dialog daring bertajuk Family-Friendly Workplaces: A Stronger Business for Companies, A Brighter Future for Children, pekan lalu.
Pun sebaliknya, ia menambahkan, “Para orangtua tetap dapat bekerja dengan tenang tanpa perlu kekhawatiran kehilangan waktu bersama anaknya. Dan, tentunya kondisi ini juga dapat mendukung proses tumbuh kembang anak dengan baik.”
Hasil jajak CCR CSR terkait tantangan terbesar bagi pekerja dengan low-income di masa COVID-19 menunjukkan bahwa 92% persoalan datang dari masalah ekonomi. Ia pun mengungkapkan berbagai tantangan bagi para keluarga di masa pandemi ini.
“Risiko putus sekolah, kesehatan, keamanan, meningkatnya tingkat stres, dan eksploitasi pekerja,” ujarnya.
Selain itu, dampak pandemi berkepanjangan juga meningkatkan risiko para pekerja usia dini khususnya anak-anak. Menurutnya, fenomena ini terjadi karena berbagai faktor. Beberapa di antaranya tekanan finansial, kerja serabutan, lingkungan kerja yang tidak baik, dan banyaknya pekerja yang dijadikan pekerja harian.
“Para orang tua yang terpaksa membawa anak ke tempat kerja, serta kekurangan pekerja (pengasuh),” kata Executive Director The Center for Child Rights and Corporate Social Responsibility (CCR CSR) Asia, Inez Kaempfer, menekankan.
Ia pun menambahkan, melalui polling lainnya terkait tanggapan tentang tempat kerja yang ramah lingkungan, 88% responden memilih menginginkan untuk memiliki waktu yang seimbang antara bekerja dan keluarga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ‘tempat kerja ramah keluarga’ adalah tempat bekerja yang dapat memiliki kesimbangan dari waktu, fasilitas, dan finansial.
Keberadaan ‘tempat kerja ramah keluarga’, kata Inez, memberikan benefit yang lebih besar baik bagi orangtua maupun anak. Sebanyak 92% responden mengungkapkan, dengan ‘tempat kerja ramah keluarga’ para pekerja dapat memiliki kemampuan lebih banyak, 87% mendapatkan harapan kerja yang lebih baik, dan 89% pekerja bersedia kerja lebih lama.
“Selain itu, produktivitas yang meningkat dipercaya dapat menambah jaringan relasi dengan klien, sehingga dapat meningkatkan keuntungan,” tambah Inez.
Salah satu perusahaan yang telah mencoba untuk menjalankan kebijakan family-friendly adalah Mondelez Internasional. Head of Cocoa Life South East Asia Andi Sitti Asmayanti mengatakan, pihaknya berkomitmen pada hak asasi manusia dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi serta perubahan di masyarakat.
“Kami ingin meningkatkan hak anak secara berkelanjutan. Selain itu, kami percaya pada pemberdayaan masyarakat akan memiliki dampak pada perlindungan anak sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang ramah anak,” ujar Andi Sitti.
Dan, lanjutnya, dalam mendukung supply chain di dalam perusahaan, pihaknya memastikan kendala bagi petani cokelat ditangani dengan baik termasuk kemiskinan, pekerja anak, dan produktivitas.
Andi Sitti menambahkan, Cocoa Life saat ini terus berusaha meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani cokelat. Langkah yang dilakukan adalah melalui pemberian akses literasi keuangan dan pelatihan kerja kepada remaja agar lingkungan para petani cokelat dapat bekerja secara nyaman dan seimbang.
Tidak hanya itu, selama pandemi mereka mendukung serta menggalang dana dalam pelaksanaan protokol kesehatan, memberikan dukungan pangan kepada keluarga petani di beberapa daerah, dan mendukung para petugas kesehatan dalam menangani pandemi COVID-19.